on Sabtu, 13 September 2008

APA
Saat ku berada disana
Merasa asa keadaan
Menerawang jauh tiada tepi
Tiada tiada arti,tiada makna
Dicoba merasa
hanya ada wujud tiada arti
Dalam gelap, dalam sunyi
Dicoba mencari
Hanya angin yang ku mengerti
Mendesir membuat misteri
Apa aku, apa maksud diriku
Memberi warna, memberi arti
Atau memberi figur didalam sepi

Senyum or guyu
"Lesi guyu" itu adalah salah satu bahan lelucon yang sering teman-teman lontarkan untuk Ly waktu sma dulu. Saat itu entah kenapa lelucon mereka Ly anggap sebagai ejekan yang bikin Ly sebel banget, tapi entah kenapa tiap mereka gangguin Ly, Ly malah senyum nggak kebayangkan gimana jadinya, tiap saat mereka tambah sering godain. Sebel sebel banget, kenapa ya hati sama bibir ini nggak bisa diajak kompromi. Ly nggak suka, nggak rela kok Ly bisa tersenyum pada mereka yang jelas-jelas mau mainin Ly. Beda banget dengan yang dilakukan oleh Rasulullah saw, Rasulullah saat ditarik selendangnya oleh seorang baduwi sampai tercekik bahkan diminta apa yang ada padanya, Rasulullah malah membalas perlakuan orang tersebut dengan senyuman, sehingga orang baduwi tersebut masuk islam, kok kalau Ly senyum kepada yang sering ngejekin, mereka nggak pernah berhenti ngejekin lalu langsung tobat ya, seperti Rasulullah, apa yang salah dengan senyumanku ya caile..iya
kali ada yang salah karna kalau nabi senyumanya ikhlas dari hati klo Ly dongkol dari hati he.he jadi malu
Tapi iya sich kalau kita senyumnya ikhlas dari hati yang dihiasi dengan nilai mahabbahlillah (cinta untuk Allah) itu dapat memancarkan keajaiban tersendiri. Senyuman itulah yang terpancar ketika jibril menawarkan diri untuk menimpakan gunung uhud kepada penduduk Thaif, karena perlakuan mereka kepada habibullah muhammad saw, atau senyuman ikhlas seorang ibu saat melepaskan anaknya untuk belajar sehingga anaknya menjadi orang yang sukses, Senyum dapat memancarkan ikatan kasih sayang sehingga tercipta talliful qulub(hubungan hati) ikatan yang tidak sekedar diikat oleh sesuatu yang sifatnya materi namun oleh iman dan islam

omar khayam

on Kamis, 10 Januari 2008

Omar Khayyam(1050 – 1123)
PengantarMatematika Arab dapat dibagi ke dalam 4 kategori:1. Aritmatika yang dianggap merupakan turunan dari India dan didasarkan pada prinsip posisi.2. Aljabar, meskipun berasal dari Yunani, Hindu dan sumber-sumber lain di Babylonia, akan tetapi di tangan para pakar Muslim diubah menjadi mempunyai karakteristik baru dan lebih sistimatis.3. Trigonometri, dengan ramuan utama dari Yunani, tetapi oleh bangsa Arab dan ditangani menurut cara Hindu, menjadi mempunyai lebih banyak fungsi-fungsi dan rumus-rumus. Kategori ini menjadi dikenal karena peran ibn-Yunus (meninggal tahun 1008) dan Alhazen, keduanya dari Mesir, mengenalkan rumus 2cos x cos y = cos (x + y) + cos (x - y). Salah satu rumus penjumlahan ini yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan matematika pada umumnya dan trigonometri pada khususnya pada abad 16, sebelum ditemukan logaritma.4. Geometri yang juga berasal dari Yunani tetapi di tangan bangsa Arab digeneralisasi di sana-sini sampai mengkristal seperti bentuknya sekarang ini. Kategori ini, setelah era Alhazen, dikembangkan ilmuwan Timur tapi oleh orang Barat lebih dikenal sebagai penyair, yaitu Omar Khayyam.
Kiprah Omar KhayyamOmar Khayyam meneruskan tradisi aljabar al-Khwarizmi dengan memberikan persamaan sampai pangkat tiga. Seperti pendahulunya, Omar Khayyam melengkapi dengan persamaan kuadrat baik untuk solusi aritmatika maupun solusi geometri. Untuk persamaan-persamaan umum pangkat tiga dipercayainya bahwa solusi untuk aritmatika adalah tidak mungkin (kelak pada abad lima belas dibuktikan bahwa pernyataan ini salah), sehingga dia hanya memberi solusi geometri. Gambar kerucut yang dipotong untuk menyelesaikan persamaan pangkat dua sudah pernah dipakai oleh Menaechmus, Archimedes dan Alhazen, namun Omar Khayyam mengambil cara lebih elegan dengan melakukan generalisasi metode guna mencakup persamaan-persamaan pangkat tiga dengan hasil berupa akar bilangan positif. Untuk persamaan dengan pangkat lebih dari tiga, Omar Khayyam tidak dapat memberi gambaran dengan menggunakan metode geometri yang sama. Dianggap bahwa tidak ada dimensi lebih dari tiga, “Apa yang disebut dengan kuadrat dikuadratkan oleh para ahli aljabar, memberi daya tarik dari sisi teoritis.” Untuk lebih memudahkan uraian diberikan contoh persamaan: x³ + ax² + b²x + c³ = 0, kemudian, dengan teknik substitusi, mengganti, x² = 2py akan diperoleh 2pxy + 2apy + b²x + c³ = 0. Hasilnya dari persamaan ini adalah hiperbola dan variabel untuk melakukan substitusi, x² = 2py, adalah parabola. Tampak jelas di sini bahwa hiperbola digambar bersama-sama dengan parabola pada (sistem) ordinat yang sama, sedangkan absis merupakan titik-titik perpotongan parabola dan hiperbola, adalah hasil akar persamaan kuadrat. Dia belum menjelaskan tentang koefisien negatif. Niatnya memecahkan problem berdasarkan parameter a, b, c adalah bilangan positif, negatif atau nol. Tidak semua akar dari persamaan kuadrat diketahui, karena dia tidak mengetahui akar bilangan negatif.
Karya lain, Al-RubaiyatMeskipun Omar Khayyam juga menulis cara menemukan persamaan pangkat empat, lima, enam atau pangkat lebih tinggi dari binomial tapi karyanya itu tidak banyak dikenal orang. Penyair sekaligus matematikawan. Kombinasi aneh. Karya-karya Omar Khayyam di bidang puisi justru lebih menonjol. Puisi dirangkum dalam Al-Rubaiyat *). Berisi 75 puisi pendek karena maksimum hanya terdiri dari berisi 4 baris (quatrain).
* Ada terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Edward Fitzgerald (1856) dengan judul The Rubaiyat of Omar Khayyam, Wordworth Classics, London, 1993.
SumbangsihOmar Khayyam menutup “jurang” antara ekspresi angka/bilangan dengan aljabar geometrikal, sebelum dikembangkan kemudian oleh Descartes, seperti diungkapkan lewat ucapannya, “Siapapun yang berpikir bahwa aljabar bertujuan untuk mencari bilangan tidak diketahui adalah sebuah tindakan sia-sia. Aljabar dan geometri memang beda tampilan namun sama-sama berdasarkan fakta yang telah terbukti.” Meskipun belum dapat membuat rumus (baku) untuk mencari hasil dari suatu persamaan dua (kuadrat), tiga dan pangkat lebih tinggi, tapi prestasi ini mampu menjadi batu loncatan bagi perkembangan matematika berikutnya terutama Lagrange.

matematika monyet

Monyet Berpikir Matematis Seperti Manusia
oleh: admin
[ Jumat,21 Desember 2007 - 02:06 AM]
Sampai kapanpun monyet memang tak akan bisa menyelesaikan soal-soal matematika di kelas, namun setidaknya primata tersebut mengenal dasar matematika. Penelitian yang dilakukan di Universitas Duke, AS, memperlihatkan bahwa hewan yang diyakini memiliki kekerabatan dekat dengan manusia itu memiliki mental atau cara berpikir matematis seperti manusia.
MonyetPara ilmuwan di sana menguji kemampuan dua ekor monyet rhesus dan 14 orang mahasiswa saat menghadapi persoalan matematika sederhana yakni menghitung jumlah bulatan/ titik. Kepada masing-masing dihadapkan gambar beberapa bulatan di layar yang hanya muncul dalam setengah detik dan diulang dengan jumlah bulatan berbeda beberapa saat kemudian.Kemudian, sekali lagi muncul dua kumpulan bulatan di layar yang salah satunya merupakan hasil penjumlahan bulatan-bulatan yang diperlihatkan pada dua sesi sebelumnya. Baik monyet maupun mahasiswa diminta memilih jumlah bulatan yang tepat. Jika benar, monyet memperoleh satu kaleng minuman ringan sedangkan mahasiwa memperoleh uang."Saat saya pertama kali melatih monyet-monyet tersebut operasi penambahan ini, saya berpikir bakal menunggu beberapa minggu sampai mereka paham maksudnya," ujar Jessica Cantlon, seorang ahli ilmu otak dari Duke. Nyatanya pada tahap awal, monyet langsung memperlihatkan kemampuan sangat baik sehingga Cantlon tak perlu melatih sedikit demi sedikit, dari masalah yang mudah hingga kompleks.Hasil tes juga mengejutkan. Meski belasan mahasiwa tetap lebih baik daripada monyet-monyet tersebut, nilainya tang terpaut jauh, rata-rata 94 persen untuk mahasiswa dan 76 persen untuk monyet.Hal tersebut menunjukkan bahwa monyet memiliki dasar matematika yang mirip manusia. Mereka sama-sama memikirkan cara menambah dua objek dengan cara yang sama."Mereka menggunakan proses mental estimasi yang sama," ujar Cantlon. Temuan ini penting untuk mempelajari bagaimana kemampuan matematika pada manusia pertama kali muncul dan berkembang hingga sangat sempurna saat ini.Monyet dan manusia diyakini memiliki kekerabatan dekat dan berasal dari jalur evolusi yang sama seperti halnya simpanse dan primata lainnya. Jika jalur evolusi simpanse diperkirakan terpisah dari manusia sejak 7 juta tahun lalu, monyet sudah terpisah sejak 25 juta tahun lalu. Bagi monyet, kemampuan menghitung mungkin berguna untuk memilih mangsa atau jumlah makanan yang lebih banyak. Bagi manusia, operais matematika sudah menjadi bagian peradaban.Kemampuan matematika pada manusia yang tak tertandingi makhluk lain di muka Bumi mungkin hasil evolusi. Cantlon dan timnya akan mempelajari lebih lanjut apakah cara berpikir yang ditunjukkan monyet merupakan dasar berkembangnya cara berpikir matematika pada anak-anak untuk menncari petunjuk lainnya.(LIVESCIENCE/WAH)

Matematika euy...

on Rabu, 09 Januari 2008

Lima Mitos Sesat Seputar Matematika
BANYAK mitos menyesatkan mengenai matematika. Mitos-mitos salah ini memberi andil besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa alergi bahkan tidak menyukai matematika. Akibatnya, mayoritas siswa kita mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini, bukan lantaran tidak mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut sehingga tidak pernah atau malas untuk mempelajari matematika. Meski banyak, namun ada lima mitos sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap matematika.
Mitos pertama, matematika adalah ilmu yang sangat sukar sehingga hanya sedikit orang yang atau siswa dengan IQ minimal tertentu yang mampu memahaminya. Ini jelas menyesatkan. Meski bukan ilmu yang termudah, matematika sebenarnya merupakan ilmu yang relatif mudah jika dibandingkan dengan ilmu lainnya. Sebagai contoh, amati perbandingan soal untuk siswa kelas 6 sebuah SD swasta berikut ini. Soal pertama, “Sebutkan 3 tarian khas daerah Kalimantan Tengah.” Soal kedua, “ Sebuah lingkaran dibagi menjadi tiga buah juring dengan perbandingan masing-masing sudut pusatnya adalah 2 : 3 : 4, maka hitung besar masing-masing sudut pusat juring-juring tersebut“ .
Ternyata, persentase siswa yang menjawab benar soal kedua lebih besar dibandingkan persentase siswa yang menjawab benar soal pertama. Tanpa ingin mengundang perdebatan, contoh di atas menunjukkan, bahwa matematika bukanlah ilmu yang sangat sukar. Soal matematika terasa sulit bagi siswa-siswa kita karena mereka tidak memahami konsep bilangan dan konsep ukuran secara benar semasa di sekolah dasar. Jika konsep bilangan dan ukuran dikuasai, maka pekerjaan menganalisis dan menghitung menjadi hal yang mudah dan menyenangkan.
Mitos kedua, matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Mitos ini membuat siswa malas mempelajari matematika dan akhirnya tidak mengerti apa-apa tentang matematika. Padahal, sejatinya matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep, rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat. Sebagai contoh, ada soal berikut, “Benny merakit sebuah mesin 6 jam lebih lama daripada Ahmad. Jika bersama-sama mereka dapat merakit sebuah mesin dalam waktu 4 jam, berapa lama waktu yang diperlukan oleh Ahmad untuk merakit sebuah mesin sendirian ?”.
Seorang yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan mampu menjawab soal tersebut apabila tidak mampu memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk persamaan kuadrat. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihapal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jika siswa mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.
Mitos ketiga, matematika selalu berhubungan dengan kecepatan menghitung. Memang, berhitung adalah bagian tak terpisahkan dari matematika, terutama pada tingkat SD. Tetapi, kemampuan menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam matematika. Yang terpenting adalah pemahaman konsep. Melalui pemahaman konsep, kita akan mampu melakukan analisis (penalaran) terhadap permasalahan (soal) untuk kemudian mentransformasikan ke dalam model dan bentuk persamaan matematika. Jika permasalahan (soal) sudah tersaji dalam bentuk persamaan matematika, baru kemampuan menghitung diperlukan. Itu pun bukan sebagai sesuatu yang mutlak, sebab pada saat ini telah banyak beredar alat bantu menghitung seperti kalkulator dan komputer. Jadi, mitos yang lebih tepat adalah matematika selalu berhubungan dengan pemahaman dan penalaran.
Mitos keempat, matematika adalah ilmu abstrak dan tidak berhubungan dengan realita. Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, sebab fakta menunjukkan bahwa matematika sangat realistis. Dalam arti, matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana adalah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap masalah Jembatan Konisberg. Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi dan bahkan sosial, matematika berperan secara signifikan. Robot cerdas yang mampu berpikir berisikan program yang disebut sistem pakar (expert system) yang didasarkan kepada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang dan konsep GPS juga dilandaskan kepada konsep model matematika, goneometri, dan kalkulus. Hampir semua teori-teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui matematika.
Sedangkan mitos kelima menyebutkan, matematika adalah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini jelas keliru. Meski jawaban (solusi) matematika terasa eksak lantaran solusinya tunggal, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Walau jawaban (solusi) hanya satu (tunggal), cara atau metode menyelesaikan soal matematika sebenarnya boleh bermacam-macam.
Sebagai contoh, untuk mencari solusi dari dua buah persamaan, dapat digunakan tiga cara yaitu, metode subtitusi, eliminasi, dan grafik. Contoh lain, untuk membuktikan kebenaran teorema Phytagoras, dapat dipergunakan banyak cara. Bahkan menurut pakar matematika, Bana G. Kartasasmita, hingga saat ini sudah ada 17 cara untuk membuktikan teorema Phytagoras. Solusi matematika yang bersifat tunggal menimbulkan kenyamanan karena tegas dan pasti.
Selain tidak membosankan, matematika juga rekreatif dan menyenangkan. Albert Einstein, tokoh fisika terbesar abad ke-20, menyatakan bahwa matematika adalah senjata utama dirinya dalam merumuskan konsep relativitasnya yang sangat terkenal tersebut. Menurut Einstein, dia menyukai matematika ketika pamannya menjelaskan bahwa prosedur kerja matematika mirip dengan cara kerja detektif, sebuah lakon yang sangat disukainya sejak kecil.
Memang, cara kerja matematika mirip sebuah games. Mula-mula kita harus mengidentifikasi variabel-variabel atau parameter-parameter yang ada melalui atributnya masing-masing. Setelah itu, laksanakan operasi di antara variabel dan parameter tersebut. Yang paling menyenangkan, dalam melakukan operasi kita dibebaskan melakukan manipulasi (trik) semau kita agar sampai kepada solusi yang diharapkan. Kebebasan melakukan manipulasi dalam operasi matematika inilah yang menantang dan mengundang keasyikan tersendiri, bak sedang dalam permainan atau petualangan. Karena itu, tidak mengherankan jika terkadang kita menjumpai siswa yang asyik menyendiri dengan soal-soal matematikanya.
Selain itu, secara intrinsik matematika juga memiliki angka berupa bilangan bulat yang mengandung misteri yang sangat mengasyikkan. Misalnya Anda melakukan operasi perkalian maupun pertambahan terhadap dua bilangan tertentu, maka terkadang akan muncul bilangan yang memiliki bentuk simetri tertentu. Contoh lain, Anda dapat menunjukkan kemahiran menebak dengan tepat angka tertentu yang telah mengalami beberapa operasi. Bagi yang belum memahami matematika, kemampuan Anda menebak angka dianggap sihir, padahal itu merupakan operasi.
Matematika adalah ilmu yang mudah dan menyenangkan. Karena itu, siapa pun mampu mempelajarinya dengan baik. Untuk itu, tugas utama kita adalah merobohkan mitos-mitos sesat di sekeliling matematika. ***
Wildaiman Firdaus Lulusan Matematika ITB,Guru Matematika Ponpes Al-Masudiyah Cigondewah, Kab. Bandung.